Ini
tentang sebuah pendakian. Sebuah pendakian rumit menuju sebuah puncak.
Dia adalah
seorang lelaki miskin yang tinggal di sebuah desa di lembah yang subur. Dia
telah lama mengamati sebuah gunung tinggi dengan puncak yang tidak kelihatan di
Selatan desanya. Konon, barangsiapa yang berhasil mencapai puncak gunung itu
akan menjadi kaya raya dan memperoleh ketenaran. Bahkan terdengar desas-desus,
siapa yang pertama mampu mencapai puncak gunung itu akan menguasai seisi pulau.
Sang lelaki
menatap bajunya yang penuh koyakan dan usang. Suatu tekad mulai terbangun jauh
di dalam hatinya. Ia menatap teman-teman sepermainannya yang telah lebih dahulu
berhasil. Ia menatap dirinya sendiri dan kecewa. Betapa bertahun-tahun berlalu,
dan dia tetap tak punya sesuatu untuk dibanggakan.
Maka suatu
pagi, dia beranjak dari tidurnya dan menyiapkan segala sesuatunya. Dia sudah
memutuskan untuk menjadi seorang pendaki gunung keberhasilan itu. Dia mulai
berpamitan dengan orang-orang di sekitarnya. Ibunya tidak mengatakan apa-apa,
pun tanpa air mata. Matanya hanya menyiratkan doa penuh harapan dan semangat
kepada sang anak. Sang ayah memberikan tepukan di bahu sang Lelaki sambil
mengucap semoga berhasil. Gadis sang Lelaki tersedu, “Aku akan menunggumu di sini
sampai engkau pulang.” Sembari menggegam tangan sang Lelaki.
Sang lelaki
pun berangkatlah dengan tidak menoleh lagi ke belakang. Meninggalkan
orang-orang yang mencintainya. Dia menatap gunung yang berdiri tinggi dengan
mata berapi dan berteriak dalam hatinya,”Aku akan menaklukkanmu. Apapun caranya
!”.
Gunung itu
sangatlah tinggi, curam dengan batu-batu yang tajam. Sepanjang jalan dipenuhi
semak belukar berduri dan ular-ular beracun. Namun demikian, sang Lelaki belum
menyerah. Sepanjang jalan dia bertemu sesama pendaki. Mereka menapaki jalan
bersama-sama.
Semakin jauh
perjalanan, keserakahan mulai muncul di dalam hati sang Lelaki. Di sepanjang
perjalanan menuju puncak, mereka menemukan bongkahan-bongkahan besar emas dan
batu-batu permata. Timbul pikiran jahat dalam hati sang Lelaki. Dia pun
mencelakakan teman-teman seperjalanannya. “Aku tidak mungkin mencapai puncak
bersama mereka. Ini harus menjadi milikku sendiri.” Bisiknya dalam hati. Lalu
dia mendorong teman seperjalanannya yang telah setia menemaninya ke dalam
jurang yang didapatinya dalam perjalanan. Dia tertawa puas ketika didapatinya
temannya tak lagi terdengar.
Gunung itu
bukanlah gunung yang mudah untuk didaki. Semakin tinggi,semakin berat rintangan
yang menanti sang Lelaki. Dia mulai lelah. Dia mulai teringat keluarga dan
gadisnya. Merindukan kehangatan yang dirasakannya bersama mereka. Namun dia
mengabaikannya dan mulai meneruskan perjalanan.
Perjalanan
menuju puncak yang terlalu jauh itu membuat nurani sang Lelaki mulai terkikis.
Dia mulai melupakan kasih sayang dan cinta. Tidak ada lagi kepedulian tentang
orang-orang yang mencintainya. Dia hanya memikirkan kebahagiaan yang akan
didapatkannya ketika ia tiba di puncak nanti. Dia mulai melupakan tentang
kerinduan.
Suatu masa,
dia mendengarkan kabar dari burung-burung yang melepas lelah di atas
ranting-ranting pohon. Orang-orang di bawah sana mulai mengeluk-elukkan dia.
Bahwa dia telah setengah perjalanan menuju puncak. Dia begitu bahagia dan
bangga akan dirinya. Dia mendengar gadis-gadis kota pun bahkan mulai menaruh
perhatian padanya. Dia semakin pongah. Dia telah melupakan orang-orang yang
dahulu mencintainya. Sama sekali. Kejahatannya pun semakin menjadi. Dia
menjatuhkan siapapun yang dia temui dalam perjalanan dan merebut emas dan batu
berlian yang mereka temukan. Dia semakin dekat kepada puncak. Rasa berpuas diri
semakin membuncah di dadanya.
Hari berlalu dan puncak tak lagi jauh. Sang
Lelaki mulai kelelahan. Beban emas dan batu berlian di punggungnya begitu
membebani. Hatinya pun telah membatu tentang kasih sayang. Pendakian ini telah
membekukan hatinya untuk mengasihani dan mencintai. “Sedikit lagi.”, katanya.
Sang lelaki telah begitu kelelahan. Kakinya melepuh dan berdarah. Bajunya pun
semakin koyak tergerus bebatuan dan semak. Tetapi dia tetap mendaki. Mendaki
menuju puncak.
Di sebuah
hari yang cerah dengan langit yang begitu biru dan kicauan burung, berakhirlah
pendakian sang Lelaki. Dia tiba di puncak yang selama ini diimpikannya. Dia
menatap kagum ke sekelilingnya. Dia dapat melihat seluruh pulau bahkan laut dan
pulau seberang. Tapi dia begitu kesepian
di atas sana. Dia hanya seorang diri. Sekejap, dia teringat orang-orang
yang mencintainya di bawah sana. Namun sebuah lonjakan kecil timbul dalam
hatinya. “Hey.. aku berhasil…. Aku tiba di puncak…!!!!”, dia berteriak lantang.
Suaranya menggema nyaring hingga ke lembah.
Sang lelaki
terdiam sesaat kemudia dia mulai melompat –lompat dan menari kegirangan. Dia
melupakan segalanya. Namun tiba-tiba, gendongannya yang berisi
bongkahan-bongkahan emas dan batu berlian yang susah payah dibawa dan
diperjuangkannya sepanjang perjalanan terjatuh ke dalam jurang tak jauh dari
situ. Sang lelaki berusaha meraihnya.
Terlambat.
Gendongannya jatuh kedalam jurang yang amat dalam. Sang lelaki, tanpa berpikir
panjang mendorong dirinya mencoba merengkuh kembali kekayaannya. Dia ikut
terjatuh kedalam jurang yang dalam itu.
Di dasar
jurang, sang Lelaki diambang kematian. Dia mulai teringat kembali dengan
orang-orang yang mencintainya. Ibunya, ayahnya, dan gadisnya yang menunggunya
dengan setia. Dia memejamkan mata dan wajah-wajah orang yang mencintainya
terbayang dibawah pelupuk matanya. Dia menangis. Tangannya menggenggam lemah
emas dan batu berlian yang mencelakakannya. Semuanya telah sia-sia.
Tidakkah
kita becermin ?? Bahwa kitalah sebenarnya sang Lelaki malang ini ???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar