Follow Me

Sabtu, 24 Maret 2012

Tentang Pendakian



            Ini tentang sebuah pendakian. Sebuah pendakian rumit menuju sebuah puncak.
Dia adalah seorang lelaki miskin yang tinggal di sebuah desa di lembah yang subur. Dia telah lama mengamati sebuah gunung tinggi dengan puncak yang tidak kelihatan di Selatan desanya. Konon, barangsiapa yang berhasil mencapai puncak gunung itu akan menjadi kaya raya dan memperoleh ketenaran. Bahkan terdengar desas-desus, siapa yang pertama mampu mencapai puncak gunung itu akan menguasai seisi pulau.
Sang lelaki menatap bajunya yang penuh koyakan dan usang. Suatu tekad mulai terbangun jauh di dalam hatinya. Ia menatap teman-teman sepermainannya yang telah lebih dahulu berhasil. Ia menatap dirinya sendiri dan kecewa. Betapa bertahun-tahun berlalu, dan dia tetap tak punya sesuatu untuk dibanggakan.
Maka suatu pagi, dia beranjak dari tidurnya dan menyiapkan segala sesuatunya. Dia sudah memutuskan untuk menjadi seorang pendaki gunung keberhasilan itu. Dia mulai berpamitan dengan orang-orang di sekitarnya. Ibunya tidak mengatakan apa-apa, pun tanpa air mata. Matanya hanya menyiratkan doa penuh harapan dan semangat kepada sang anak. Sang ayah memberikan tepukan di bahu sang Lelaki sambil mengucap semoga berhasil. Gadis sang Lelaki tersedu, “Aku akan menunggumu di sini sampai engkau pulang.” Sembari menggegam tangan sang Lelaki.
Sang lelaki pun berangkatlah dengan tidak menoleh lagi ke belakang. Meninggalkan orang-orang yang mencintainya. Dia menatap gunung yang berdiri tinggi dengan mata berapi dan berteriak dalam hatinya,”Aku akan menaklukkanmu. Apapun caranya !”.
Gunung itu sangatlah tinggi, curam dengan batu-batu yang tajam. Sepanjang jalan dipenuhi semak belukar berduri dan ular-ular beracun. Namun demikian, sang Lelaki belum menyerah. Sepanjang jalan dia bertemu sesama pendaki. Mereka menapaki jalan bersama-sama.
Semakin jauh perjalanan, keserakahan mulai muncul di dalam hati sang Lelaki. Di sepanjang perjalanan menuju puncak, mereka menemukan bongkahan-bongkahan besar emas dan batu-batu permata. Timbul pikiran jahat dalam hati sang Lelaki. Dia pun mencelakakan teman-teman seperjalanannya. “Aku tidak mungkin mencapai puncak bersama mereka. Ini harus menjadi milikku sendiri.” Bisiknya dalam hati. Lalu dia mendorong teman seperjalanannya yang telah setia menemaninya ke dalam jurang yang didapatinya dalam perjalanan. Dia tertawa puas ketika didapatinya temannya tak lagi terdengar.
Gunung itu bukanlah gunung yang mudah untuk didaki. Semakin tinggi,semakin berat rintangan yang menanti sang Lelaki. Dia mulai lelah. Dia mulai teringat keluarga dan gadisnya. Merindukan kehangatan yang dirasakannya bersama mereka. Namun dia mengabaikannya dan mulai meneruskan perjalanan. 
Perjalanan menuju puncak yang terlalu jauh itu membuat nurani sang Lelaki mulai terkikis. Dia mulai melupakan kasih sayang dan cinta. Tidak ada lagi kepedulian tentang orang-orang yang mencintainya. Dia hanya memikirkan kebahagiaan yang akan didapatkannya ketika ia tiba di puncak nanti. Dia mulai melupakan tentang kerinduan.
Suatu masa, dia mendengarkan kabar dari burung-burung yang melepas lelah di atas ranting-ranting pohon. Orang-orang di bawah sana mulai mengeluk-elukkan dia. Bahwa dia telah setengah perjalanan menuju puncak. Dia begitu bahagia dan bangga akan dirinya. Dia mendengar gadis-gadis kota pun bahkan mulai menaruh perhatian padanya. Dia semakin pongah. Dia telah melupakan orang-orang yang dahulu mencintainya. Sama sekali. Kejahatannya pun semakin menjadi. Dia menjatuhkan siapapun yang dia temui dalam perjalanan dan merebut emas dan batu berlian yang mereka temukan. Dia semakin dekat kepada puncak. Rasa berpuas diri semakin membuncah di dadanya.
 Hari berlalu dan puncak tak lagi jauh. Sang Lelaki mulai kelelahan. Beban emas dan batu berlian di punggungnya begitu membebani. Hatinya pun telah membatu tentang kasih sayang. Pendakian ini telah membekukan hatinya untuk mengasihani dan mencintai. “Sedikit lagi.”, katanya. Sang lelaki telah begitu kelelahan. Kakinya melepuh dan berdarah. Bajunya pun semakin koyak tergerus bebatuan dan semak. Tetapi dia tetap mendaki. Mendaki menuju puncak.
Di sebuah hari yang cerah dengan langit yang begitu biru dan kicauan burung, berakhirlah pendakian sang Lelaki. Dia tiba di puncak yang selama ini diimpikannya. Dia menatap kagum ke sekelilingnya. Dia dapat melihat seluruh pulau bahkan laut dan pulau seberang. Tapi dia begitu kesepian  di atas sana. Dia hanya seorang diri. Sekejap, dia teringat orang-orang yang mencintainya di bawah sana. Namun sebuah lonjakan kecil timbul dalam hatinya. “Hey.. aku berhasil…. Aku tiba di puncak…!!!!”, dia berteriak lantang. Suaranya menggema nyaring hingga ke lembah.
Sang lelaki terdiam sesaat kemudia dia mulai melompat –lompat dan menari kegirangan. Dia melupakan segalanya. Namun tiba-tiba, gendongannya yang berisi bongkahan-bongkahan emas dan batu berlian yang susah payah dibawa dan diperjuangkannya sepanjang perjalanan terjatuh ke dalam jurang tak jauh dari situ. Sang lelaki berusaha meraihnya.
Terlambat. Gendongannya jatuh kedalam jurang yang amat dalam. Sang lelaki, tanpa berpikir panjang mendorong dirinya mencoba merengkuh kembali kekayaannya. Dia ikut terjatuh kedalam jurang yang dalam itu.
Di dasar jurang, sang Lelaki diambang kematian. Dia mulai teringat kembali dengan orang-orang yang mencintainya. Ibunya, ayahnya, dan gadisnya yang menunggunya dengan setia. Dia memejamkan mata dan wajah-wajah orang yang mencintainya terbayang dibawah pelupuk matanya. Dia menangis. Tangannya menggenggam lemah emas dan batu berlian yang mencelakakannya. Semuanya telah sia-sia.
Tidakkah kita becermin ?? Bahwa kitalah sebenarnya sang Lelaki malang ini ???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar