Follow Me

Kamis, 23 Mei 2013

TENTANG SAYA MENULIS



Senin yang panas di sudut kota Palu.
Saya duduk di depan laptop tua saya dengan alunan music era 90-an ditemani Meong, kucing liar yang suka menjenguk saya tiap sore. Ini sudah kali kesekian saya mencoba untuk menyelesaikan “kejutan” mandat kak @nemubuku untuk #PaluMenulis. Hari-hari sebelumnya usaha ini hanya akan berakhir dengan berusaha mengarahkan sekumpulan burung-burung marah yang mencoba menghancurkan tumpukan bebatuan beirisi sekelompok babi-babi hijau yang menyeringai menyebalkan. Ternyata tidak mudah.
            Saya memilih mengepalai tulisan saya dengan tiga kata ”Tentang Saya Menulis”. Saya tidak mau memilih kata tanya sebagai awalan. Memilih kata tanya hanya memaksa saya untuk menjawab. Dan kita tidak sedang berada dalam suatu ujian atau kompetensi, maka saya tidak akan bertanya dan tidak akan menjawab.
Tentang saya menulis, tidak akan akan diwakili oleh dua atau tiga kata. Saya akan mencoba untuk memetaforakannya. Jika itu musik, maka menulis bagi saya seperti musik kontemporer. Musik yang seperti saya dan teman akrab di masa kuliah bahasakan sebagai musik-band-british-Irlandia-dengan-nada-nada-minor. Musik yang tidak akan disukai oleh sebagian ABG zaman sekarang. Jika itu adalah tarian, maka kira-kira seperti free style street dance. Dilakukan dengan spontan, dijalanan, tanpa aturan.
            Menulis itu bagi saya seperti menekan nada C, E, G secara bersamaan pada tuts piano di tangan kiri.. Sementara tangan kanan saya akan menekan tuts nada-nada sepadan. Akan menghasilkan apa yang disebut harmonisasi. Terkadang kita harus melenceng dari akor mayor, karena sesekali akor minor akan mempermanis melodi.
Jika pikiranmu tidak stabil, menulislah. Karena lidah itu tidak bertulang meliuk sesuka hatinya. Tanpa kontrol dari membran-membran sel otak karena darahmu terkonsentrasi mempompa di pembuluh jantungmu. Sementara tangan didominasi oleh tulang yang beruas-ruas. Menekuk, berputar, mengepal. Otak dan tanganmu akan bersinkronisasi dengan baik saat menulis. Perbedaan jelas.
Saya menulis tentang apa yang ada di dalam pikiran saya. Tentang apa yang saya rasakan, apa yang saya amati. Atau apa saja yang menarik perhatian saya. Tidak perlu melawan arus atau mengikuti arus. Keduanya akan menenggelamkan. Cukup bertahan di atas arus. Mengikuti apa yang diingikan oleh hati.
Menulis itu seperti berbagi. Membagi apa yang ada di kepala saya. Membagi apa yang saya tahu tanpa kesan menggurui atau sok tahu. Membagi perasaan yang saya alami tanpa harus menempatkan seseorang pada situasi yang tidak menyenangkan melihat saya menangis, mengumpat atau memekik kegirangan. Berbagi itu menyenangkan dan melegakan.
Menulis itu menunjukkan bahwa kita berbudaya. Bukankah periode manusia mulai mengenal kebudayaan ditandai ketika manusia mulai mengenal tulisan ? Tulisan merupakan bukti autentik penentu zaman pra sejarah dan zaman sejarah.  Saat manusia kuno mulai menuliskan sesuatu di atas sebuah media tulis, maka disitulah manusia dikatakan mulai mengenal kebudayaan.
Mengintip catatan pada notes hijau #PaluMenulis saya yang superior ini, kembali mengingatkan tentang dua sisi menulis. Saya mengikuti beberapa penulis dari zaman belum berbayar dan setelah berbayar. Dari zaman anonym menjadi sebuah brand. Saya merasakan sesuatu yang disebut perputaran arah ibu jari dari mengarah ke atas menjadi menukik ke bawah. Tulisan mereka menjadi membosankan. Mungkin karena mereka sudah terkungkung oleh aturan editor, penerbit, atau pihak kapitalis dibelakang mereka. Terjebak keinginan pasar. Tidak lagi menjadi diri sendiri seolah terjebak di balik topeng.
Pembaca menyukai tulisan saya, ada upah untuk tulisan saya, itu bonus. Tidak munafik. Siapa yang tidak mengingikan materi, pengakuan, popularitas ? Aktualisasi diri. Kesemuanya itu berada di puncak tertinggi piramida kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow. Tapi entahlah. Saya pribadi lebih menyukai jika saya menulis tanpa kungkungan aturan apapun.  
Manusia akan mati. Kerabat, sahabat, dan orang yang mengenal pun yang mampu bercerita tentang kita akan meninggalkan dunia. Cerita tentang kita akan terlupakan seiring waktu. Tapi tulisan itu akan abadi. Bertahun-tahun dari sekarang, orang-orang akan tetap bisa merasakan apa yang saya rasakan. Bisa tahu seperti apa saya lewat tulisan saya. Tentang saya menulis adalah meninggalkan jejak kehidupan di dunia. Entah itu baik entah itu buruk. Entah itu berguna entah tidak  Agar dunia tahu saya pernah ada. Pernah mengisi satu periode kehidupan yang menyenangkan di dunia.. Agar saya bisa tetap “hidup” di dalam tulisan-tulisan saya. Sekian. ~@jherompu


           
           

Minggu, 02 Desember 2012

BOILING POINT OF COMPLAINING


Alexandria, 9.44 malam, sudut kota yang sepi dengan signal minimal.
Entah ditegur secara tidak langsung oleh pemilik alam semesta, kiriman ayat renungan saya hari ini adalah tentang mengeluh. ‘Mengapa orang hidup mengeluh ? Biarlah setiap orang mengeluh tentang dosanya. (Ratapan 3 : 39).’
Akhir-akhir ini saya merasa banyak sekali mengeluh. Entah itu mengeluh tentang orang-orang disekitar saya maupun dengan keadaan itu sendiri. Dan saya akhirnya sampai pada titik ini. Titik untuk lelah mengeluh. Tidak lagi punya tenaga bahkan bahan untuk mengeluh. Sepertinya saya menaruh harapan yang tidak pada tempatnya. Karena hukum alam mengatakan bahwa Ekspektasi < kenyataan = kecewa. Dan kekecawaan inilah yang berujung pada mengeluh.
Setelah mengikuti training #NoComplaintWeek-nya om @newsplatter selama seminggu, saya banyak belajar tentang mengeluh. Lesson learned ! Tapi namanya juga manusia, selalu mengatasnamakan khilaf untuk sebuah pengulangan kesalahan, jadi seperti itulah.
Mengeluh tetaplah mengeluh. Suatu saat seperti saya sekarang ini, akan tiba masa di mana akan tiba pada Boiling Point of Complaining. Titik jenuh untuk mengeluh. Titik lelah untuk mengeluh. Titik di mana rasa  kecewa sudah terlalu dalam untuk bisa diekspresikan lagi.  Akhirnya akan ada proses penerimaan kenyataan alias nrimo ajah setiap high expectation yang tidak pada tempatnya.
Orang-orang disekitar kita tidak akan pernah stagnan pada tempatnya. Setiap orang berubah. Akan selalu berubah. Revolusi dan atau evolusi.  Apabila kita tidak siap untuk menerima perubahan itu, di saat itulah kekecewaan akan timbul. Ataukah seperti yang saya katakan tadi ekspektasi yang tidak pada tempatnya. Kita menaruh harapan besar kepada seseorang ataupun suatu keadaan, di mana hal tersebut hanya sebatas keinginan ataupun angan kita sendiri. Saat orang/keadaan yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan, maka kekecawaanlah yang akan timbul kemudian disusul dengan keluhan blablabla.
Yah, saya mengeluh. Dan saya lelah untuk mengeluh. Saya hanya perlu meletakkan ekspektasi pada tempat yang tepat dan berusaha menerima bahwa ada kalanya sesuatu tidak harus seperti yang saya harapkan. Dan berusaha bahagia. People change. Always change. And I have learned something kalau mengeluh itu melelahkan.  Sangat melelahkan.
Sekian.

Jumat, 23 November 2012

ABOUT LEAVING THE ZONA NY(AMAN)


Counting down to age 24. Make a very very brave decision to buy a RSSSSSS (you know what). I’ve been almost 2 years in this place. Kost-kost-an yang penuh dengan suka duka. Kostan yang (awalnya) bapak kostnya baik hati, kaga pernah nagih uang kost walopun sudah telat berhari-hari, dsb.. dsb… walaupun tempat ini tidak tanpa cela, tapi ini adalah salah satu zona ny(aman) buat saya. Banyak cerita di sini, mulai dari dapat teman baru, (Yessica, I miss u, darl… kecupp.. kecupp), makan siomay sekost-an, atau cerita panik tengah malam gara-gara kebakaran palsu, sampai tetangga gengges yang dicurigai entah germo entah teroris entah apa yang akhirnya diusir secara paksa oleh bapak kost karena  party sampai subuh yang berisik yang mengakibatksan semua tetangganya migrain ga bisa tidur, sampai tetangga judes yang (mungkin) tidak tau caranya narik bibirnya buat senyum. Too many stories to remember.

Leaving this place is like leaving the zona ny(aman). Yep ! for me this is my zona ny(aman) baik itu secara sekuritas maupun secara finansial. At least karena tidak ada maling jemuran. Walaupun kostan ini pernah sekali kecurian. But it wasn’t count (soalnya bukan guweh yang kecurian muihihihi). Secara financial, of course jauh lebih mahal dibandingkan hidup nge-kost, Because I have to pay my own taxes, my own bills. Hidup hanya dengan setengah gaji. Sendiri. Di lingkungan yang masih sunyi tapi untungnya tidak jauh dari peradaban. Thank God. 

Moral of the story, in my 24 age, akhirnya bisa merasakan (belajar) hidup sebagai orang dewasa yang mandiri. Belajar untuk survive dengan kemampuan sendiri. Belajar untuk membiaya hidup sendiri. Menghargai apa yang ada. Mensyukuri apa yang sudah diterima dan belajar untuk bisa nabung. Itu yang penting sih. 

Meninggalkan zona ny(aman) bukan berarti harus betul-betul meninggalkan kenikmatan hidup, ya toh ? Tergantung perspektif kita bagaimana kenikmatan hidup itu sendiri. Apakah dengan perhitungan matang, atau kesenangan sementara. I am on my process to be mature. No matter what will happen next, I hope this “leaving the zona ny(aman) lead me to be a better person.

My favorite pepatah after all, “Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.”
Sekian.

Kamis, 18 Oktober 2012

#MomenBerkilau


Kamis, 18 Oktober 2012, pukul 21.41 WITA Kostan Gelatik 16 di saat Palu diguyur hujan deras.
The story begins dengan sedikit lelucon lucu dari mantan pacar. HAHA ! So, I text my boyfriend, no reply, and the little letter D on my phone made throw something. Then I heard a slow knock knock on my door. I opened the door and jeng jeng… MY BOYFRIEND IS THERE, in his shortly pants and tiny T-Shirt, wet and cold.Terharu ? Pasti. My boyfriend is thin but extremely handsome (okeh pacar, jangan lupa traktiran steak-nya dobel yah karena plus pujian gini ;p), menerjang hujan deras mendekati badai tengah malam begini, cuma buat dengar curhatan labil tidak penting diriku yang hina ini. Klimaks already ? NOT YET !!!
This night, kami duduk berhadap-hadapan. Dia duduk tepat di depanku. He told me so many things. Kata-kata penuh hiburan yang memabukkan. Dia menguatkan saya, menghibur dan wiped my tears. Dan hal luar biasa yang terjadi malam ini adalah, kami berdua duduk, saling menggenggam tangan dan BERDOA BERSAMA.
Kami berdoa bersama, memohon sedikit keajaiban dari Tuhan kami, untuk hubungan kami. Memohon DIA yang empunya dunia ini memberikan restu untuk hubungan kami. Dan sangat bahagia mendengar dia menyebut namaku dan namanya, JENNY dan ROY, beriringan dalam satu doa.
Saya bukanlah orang yang religius sampai saat saya bersama pacar. Dan saya menitikkan air mata dengan derasnya (okeh this is embarrassing, but whatever !) saat kami berdoa bersama. Saling menggenggam tangan, seperti dua anak kecil yang sedang memohon ,meminta bahkan merengek sesuatu kepada Bapanya, Memohon agar permintaan kecil kami dikabulkan sang pemilik alam semesta.  
Saya selalu bertanya-tanya apa arti Gbus yang dikirimi oleh pacar setiap akhir BBM ataupun sms-nya. Awalnya saya pikir mungkin pacar typo, hingga saya  selalu membalas dengan Gbu too. Sampai siang ini saya bertanya,  Gbus itu apa ? Dan ternyata jawabannya adalah God Bless US. Tuhan memberkati KITA. Dia selalu membawa KAMI dalam doanya. :’)
Ini adalah kali kedua kami berdoa bersama, pertama kali adalah saat makan malam berdoa di kost-an dengan lauk sate ayam (okeh ini penting). Saling menggenggam tangan mendoakan makanan kami. Lovely. He always ask me to pray together when we have some lunch or dinner outsite, tapi saya selalu menolak dengan alasan malu diliatin orang. But next time, I would not say no. I would say okay !
Oh, I don’t know how to be grateful to God for giving me this man, bersyukur sekali, berada dalam hubungan seperti ini terasa sangat menenangkan. Seperti berpacaran dengan 3 orang, aku, dia dan Tuhan (walaupun Tuhan bukanlah seorang Orang).  Sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Malam ini, di saat di luar sana hujan masih turun dengan derasnya, saya dengan mata sayup-sayup berusaha mengabadikan #momenberkilau saya bersama pacar malam ini. Bukan sesuatu yang romantis, bukan sesuatu yang erotis, tapi sebuah momen yang membahagiakan. Saya ingin mengabadikannya. Supaya besok, lusa, dan bertahun-tahun dari sekarang, saya akan tetap ingat, doa kami malam ini, janji kami malam ini, permohonan kami malam ini. Bagaimana kami menghadapi sebuah cobaan dengan saling menggenggam tangan dan berdoa kepada Tuhan. Membisikkan nama kami berdua dalam sebuah doa. Sebuah harapan dan kepercayaan dan penyerahan diri untuk hubungan kami ke dalam tangan-Nya yang sudah menciptakan kami berdua, mempertemukan kami.
Seperti itulah. Hujan masih turun di luar sana dan saya sudah mengantuk. Namun saya bahagia mengingat malam ini. Dan saya ingin kalian tahu, sepenggal momen berkilau ini, agar kalian pun mencobanya bersama pasangan. Selamat malam dunia, selamat malam Koko, thank you for loving me.

Masa lalu akan selalu mengejar. Selalu. Kita hanya perlu berlari ke depan, lebih kencang dari masa lalu yang mengejar. Hingga akhirnya kita terlalu jauh dan masa lalu tak mampu lagi mengejar kita.” – Koko, menjelang 27 tahun. Pacar Jenny.