Saya duduk di depan laptop tua saya dengan alunan
music era 90-an ditemani Meong, kucing liar yang suka menjenguk saya tiap sore.
Ini sudah kali kesekian saya mencoba untuk menyelesaikan “kejutan” mandat kak
@nemubuku untuk #PaluMenulis. Hari-hari sebelumnya usaha ini hanya akan
berakhir dengan berusaha mengarahkan sekumpulan burung-burung marah yang
mencoba menghancurkan tumpukan bebatuan beirisi sekelompok babi-babi hijau yang
menyeringai menyebalkan. Ternyata tidak mudah.
Saya memilih mengepalai tulisan saya
dengan tiga kata ”Tentang Saya Menulis”. Saya tidak mau memilih kata tanya
sebagai awalan. Memilih kata tanya hanya memaksa saya untuk menjawab. Dan kita
tidak sedang berada dalam suatu ujian atau kompetensi, maka saya tidak akan
bertanya dan tidak akan menjawab.
Tentang saya menulis, tidak akan akan diwakili oleh
dua atau tiga kata. Saya akan mencoba untuk memetaforakannya. Jika itu musik,
maka menulis bagi saya seperti musik kontemporer. Musik yang seperti saya dan
teman akrab di masa kuliah bahasakan sebagai musik-band-british-Irlandia-dengan-nada-nada-minor. Musik yang tidak akan disukai
oleh sebagian ABG zaman sekarang. Jika itu adalah tarian, maka kira-kira
seperti free style street dance.
Dilakukan dengan spontan, dijalanan, tanpa aturan.
Menulis
itu bagi saya seperti menekan nada C, E, G secara bersamaan pada tuts piano di
tangan kiri.. Sementara tangan kanan saya akan menekan tuts nada-nada sepadan.
Akan menghasilkan apa yang disebut harmonisasi. Terkadang kita harus melenceng
dari akor mayor, karena sesekali akor minor akan mempermanis melodi.
Jika pikiranmu tidak stabil, menulislah. Karena
lidah itu tidak bertulang meliuk sesuka hatinya. Tanpa kontrol dari
membran-membran sel otak karena darahmu terkonsentrasi mempompa di pembuluh
jantungmu. Sementara tangan didominasi oleh tulang yang beruas-ruas. Menekuk,
berputar, mengepal. Otak dan tanganmu akan bersinkronisasi dengan baik saat
menulis. Perbedaan jelas.
Saya menulis tentang apa yang ada di dalam pikiran
saya. Tentang apa yang saya rasakan, apa yang saya amati. Atau apa saja yang
menarik perhatian saya. Tidak perlu melawan arus atau mengikuti arus. Keduanya
akan menenggelamkan. Cukup bertahan di atas arus. Mengikuti apa yang diingikan
oleh hati.
Menulis itu seperti berbagi. Membagi apa yang ada di
kepala saya. Membagi apa yang saya tahu tanpa kesan menggurui atau sok tahu.
Membagi perasaan yang saya alami tanpa harus menempatkan seseorang pada situasi
yang tidak menyenangkan melihat saya menangis, mengumpat atau memekik
kegirangan. Berbagi itu menyenangkan dan melegakan.
Menulis itu menunjukkan bahwa kita berbudaya.
Bukankah periode manusia mulai mengenal kebudayaan ditandai ketika manusia
mulai mengenal tulisan ? Tulisan merupakan bukti autentik penentu zaman pra
sejarah dan zaman sejarah. Saat manusia
kuno mulai menuliskan sesuatu di atas sebuah media tulis, maka disitulah
manusia dikatakan mulai mengenal kebudayaan.
Mengintip catatan pada notes hijau #PaluMenulis saya
yang superior ini, kembali mengingatkan tentang dua sisi menulis. Saya
mengikuti beberapa penulis dari zaman belum berbayar dan setelah berbayar. Dari
zaman anonym menjadi sebuah brand. Saya merasakan sesuatu yang
disebut perputaran arah ibu jari dari mengarah ke atas menjadi menukik ke
bawah. Tulisan mereka menjadi membosankan. Mungkin karena mereka sudah
terkungkung oleh aturan editor, penerbit, atau pihak kapitalis dibelakang
mereka. Terjebak keinginan pasar. Tidak lagi menjadi diri sendiri seolah
terjebak di balik topeng.
Pembaca menyukai tulisan saya, ada upah untuk
tulisan saya, itu bonus. Tidak munafik. Siapa yang tidak mengingikan materi,
pengakuan, popularitas ? Aktualisasi diri. Kesemuanya itu berada di puncak
tertinggi piramida kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow. Tapi entahlah. Saya
pribadi lebih menyukai jika saya menulis tanpa kungkungan aturan apapun.
Manusia akan mati. Kerabat, sahabat, dan orang yang
mengenal pun yang mampu bercerita tentang kita akan meninggalkan dunia. Cerita
tentang kita akan terlupakan seiring waktu. Tapi tulisan itu akan abadi.
Bertahun-tahun dari sekarang, orang-orang akan tetap bisa merasakan apa yang
saya rasakan. Bisa tahu seperti apa saya lewat tulisan saya. Tentang saya
menulis adalah meninggalkan jejak kehidupan di dunia. Entah itu baik entah itu
buruk. Entah itu berguna entah tidak
Agar dunia tahu saya pernah ada. Pernah mengisi satu periode kehidupan
yang menyenangkan di dunia.. Agar saya bisa tetap “hidup” di dalam
tulisan-tulisan saya. Sekian. ~@jherompu